Pages
PUSAT INFORMASI TENTANG MAHASISWA PENDIDIKAN IPS UNIVERSITAS NEGERI MALANG
Rabu, 27 Agustus 2014
PENGUMUMAN PENDAFTARAN PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA TAHUN 2014
Diposting oleh
Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang
di
04.05
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Lokasi: Malang
Universitas Negeri Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
Kamis, 21 Agustus 2014
PENGUMUMAN PENDAFTARAN BEASISWA UNGGULAN SUPERSEMAR (BUS) TAHUN 2014
|
|
UNIVERSITAS NEGERI MALANG (UM)
|
|
Jalan Semarang 5, Malang. 65145
Telpon 0341- 551312
|
|
Laman:
www.um.ac.id
|
PENGUMUMAN
Nomor: 1230/UN32.16.2/KM/2014
PENDAFTARAN
BEASISWA UNGGULAN
SUPERSEMAR (BUS)
TAHUN 2014
Dibuka pendaftaran Beasiswa Unggulan Supersemar (BUS) tahun 2014 untuk 3 (tiga) orang mahasiswa Universitas Negeri
Malang dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Persyaratan Pendaftaran:
1
|
Terdaftar
sebagai mahasiswa Universitas Negeri Malang.
|
|
2
|
Sedang duduk di
semester 3 (tiga) (bagi Program S1).
|
|
3
|
Indeks Prestasi (IP) kumulatif minimal 3.75 maksimal 4.00.
|
|
4
|
Tidak berstatus sebagai calon/penerima beasiswa dari instansi lain.
|
|
5
|
Aktif dalam kegiatan kemahasiswaan atau memiliki prestasi dalam bidang
tertentu di tingkat daerah/nasional
|
|
6
|
Berasal dari
keluarga tidak/kurang mampu secara ekonomi
|
|
7
|
Bersedia mematuhi segala ketentuan yang berlaku bagi penerima beasiswa.
|
|
8
|
Menyerahkan
fotokopi masing-masing rangkap 2 (dua) terdiri dari:
|
|
|
a
|
Kartu Tanda Mahasiswa (KTM).
|
|
b
|
Kartu Tanda Penduduk (KTP).
|
|
c
|
Kartu Keluarga (KK).
|
|
d
|
Kartu Hasil Studi (KHS) selama 2 (dua) semester berturut-turut (semester
1 dan 2) yang telah diperoleh dan di legalisasi
|
|
e
|
Sertifikat, Surat keterangan atau piagam yang menunjukkan aktif kegiatan
kemahasiswaan atau memiliki prestasi (Fungsionaris Organisasi Kemahasiswaan,
Kepanitiaan, Kegiatan Seminar, dan Kejuaraan/Perlombaan)
|
|
f
|
Surat Keterangan penghasilan orang tua/wali yang disahkan pejabat berwenang
minimal Kepala Desa/ Lurah (asli)
|
|
g
|
Surat Keterangan tidak/kurang mampu yang disahkan pejabat berwenang
minimal Kepala Desa/ Lurah (asli)
|
|
Semua berkas
dimasukkan ke dalam map warna kuning, pada bagian depan ditulis Nama, NIM, Jurusan, Fakultas
|
B.
Jadwal Kegiatan:
TANGGAL
|
KEGIATAN
|
25—28 Agustus 2014
|
Pendaftaran dan Penyerahan
Berkas Pendaftaran di Subag Kesma, Bagian Kemahasiswaan Gedung A3, Lt.3
|
C.
Sanksi dan Himbauan bagi mahasiswa penerima beasiswa
Berkas pendaftaran yang
tidak lengkap dan atau tidak benar dapat digugurkan.
D. Keputusan Tim Seleksi Penerimaan Beasiswa Unggulan Supersemar (BUS) Universitas
Negeri Malang Tahun 2014 tidak dapat diganggugugat.
21
Agustus 2014
a.n.
Kepala Biro AKPIK
Kabag
Kemahasiswaan,
ttd
Drs. Taat Setyohadi
Tembusan:
NIP
1964110819891004
1. Rektor
2. Para Wakil Rektor
3. Para Dekan
4. Para Wakil Dekan III/Wakil Dekan FPPsi
5. Para Kepala Biro
6. Para Kasubag Kemahasiswaan & Alumni FIP, FS, FMIPA,
FE, FT
7. Para Kasubag Akademik & Kemahasiswaan FIK, FIS &
FPPsi
Universitas Negeri Malang
Diposting oleh
Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang
di
21.19
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Label:
PENGUMUMAN PENDAFTARAN BEASISWA UNGGULAN SUPERSEMAR (BUS) TAHUN 2014,
Universitas Negeri Malang
Lokasi: Malang
Universitas Negeri Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
Selasa, 19 Agustus 2014
Materi Kuliah Tamu Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROGRAM STUDI IPS DALAM MEMASUKI AFTA 2015
URGENSI PENDIDIKAN
KARAKTER PADA PROGRAM STUDI IPS
DALAM MEMASUKI AFTA 2015
Hadirin hadirot,
khususnya para mahasiswa yang terhormat,
.
Perubahan masyarakat
berlangsung sangat cepat dan akan semakin cepat. Semua bangsa dan negara tidak
bisa menghindari dari proses perubahan ini. Setiap perubahan akan melahirkan
problem dan tantangan bagi bangsa manapun juga. Dibalik
problem dan tantangan terdapat peluang dan kesempatan. Hanya bangsa yang
berani menghadapi problem tantangan dan dapat memanfaatkan peluang dan
kesempatan, akan menjadi bangsa yang semakin maju. Sebaliknya, bangsa yang
menghindari perubahan atau tidak dapat memanfaatkan peluang dan kesempatan akan
menjadi bangsa
semakin terpuruk dalam percaturan antar
bangsa dan negara.
TANTANGAN
MASA KINI
Saat ini bangsa Indonesia memasuki abad 21, era teknologi, globalsiasi, dan perdagangan bebas,
ketiganya menyebabkan dunia semakin sempit lagi terbuka. Hubungan antar negara nyaris tanpa batas batas geografis lagi.
Faktor-faktor ekonomi, sumber daya alam, sumber daya insani, modal dan produk barang dan jasa mengalir antar negara
secara cepat dengan arus yang besar tanpa ada yang bisa membendungnya lagi. Dalam skop regional Indonesia akan mengadapi
perdaganagn bebas masyarakat ekonomi Asean atau sering dikenal denagn istilah
Asean Free Trade Area (AFTA). Dengan AFTA
arus barang, jasa dan modal diantara negara-negara ASEAN bebas terbuka
tanpa hambatan lagi.
Hadirin yang saya mulyakan,
ASEAN, Association of
South East Asian Nation, didirikan oleh
negara-negara di Asia Tenggara, yakni Indonesia, Malaysia,
Singapore, Filipina Thailand dan Brunai. Tidak bisa disangkal bahwa gagasan ini
tidak lepas dari pemikiran Soeharto, presiden republik Indonesia kala itu..
Kerjasama ini bertujuan untuk memajukan kehidupan social ekonomi negara-negara
anggota. Tekanan ini perlu dikemukakan untuk menunjukan bahwa ASEAN bukan kerjasama
pertahanan dan milter, seperti SEATO (South
East Asian Treaty Organization) kerjasama pertahanan
merupakan kerjasama yang mendapatkan
perhatian besar masa itu.
Pembentukan kerjasama ini tidak bisa disangkal
dipengaruhi oleh dibentuknya Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) atau European Economic Community atau ECC. Pada tahun 2003 dilaksanakan
peetemuan ASEAN
di Bali, Bali Concord II, yang memutuskan dibentukannya Masyarakat Ekonomi
Asean (MEA), dan pada pertemuan ASEAN tahunn 2012 di Phonm Peph diputuskan
Masyarakat Ekonomi Eropa akan dimulai tahun 2015. Pada tahun itu mulai
diberlakukan perdangan bebas antara negara-negarea ASEAN. Ibaratnya, diantara
negara negara ASEAN menjadi satu pasar nasional baru.
Sudah barang tentu, AFTA merupakan
tantangan dan peluang bagi negara anggota ASEAN. Secara ekonomis pasar menjadi
semakin luas, ketersediaan dana semakin
besar, keberadaan SDM semakin memadai dan transaksi ekonomi akan semakin cepat lagi besar. Masyarakat Ekonomi Asean mencakup 2,3 trilyon dolar Amerika Serikat, lebih dari
600 juta penduduk, Groos Domestic percapita sebesar US$ 3,745 dan angka pertumbuhan
GDP riil 5,4 %. Fakta merupakan peluang bagi negara-negara anggota MEA. Negara-negara
anggota MEA
yang bisa mengambil peluang akan menikmati keuntungan dari adanya MEA, sebaliknya
negara-negara anggota yang tidak bisa mengambil peluang akan sekedar
menjadi pasar bagi negara-negarea aggota
yang lain. Peluang dan tantangan akan
semakin besar apabila pasar terbuka antara MEA dan Republik Rakyat Tiongkok
dilaksanakan. Tiongkok memiliki jumlah
penduduk lebih dari 1,2 milyad, besaran
ekonimi sektar 1,2 Trilyon
dollar AS, GDP per capita US$ 1.492
dengan pertumbuhan ekonomi pertahun sekitar 4 %.
Selama ini, kegiatan
ekonomi import eksport diantara negara-negara ASEAN menunjukan peningkatan yang
menggembirakan. Pada tahun 1993 perdagangan
diantara negara –negara anggota ASEAN hanya mencakup 19%, artinya 81% yang lain, merupakan perdagangan negara negara ASEAN
dengan negara-negara di luar ASEAN. Perdagangan diantara anggota ASEAN dari total perdagangan mengalami kenaikan pada tahun 2011, yakni mencapai 25 %. Diproyeksikan pada
tahun 2020 perdagangan diantara negara negara anggota ASEAN akan mencapai 35 %.
Sudah barang tentu, adanya AFTA akan meningkatkan volume perdagangan diantara
negara-negara ASEAN. Siapa yang diuntungkan ? Jelas negara anggota ASEAN yang
siap menyambut perdagangan bebas yang akan memperoleh keuntungan. Artinya pasar negara itu
semakin luas.
Kalau bangsa Indonesia berhasil mengelola perdagangan
bebas, khususnya AFTA, maka bukan mustahil proyeksi para ahli, akademisi dan
praktisi berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi
negara-negara di dunia
menjadi kenyataan. Salah
satu proyeksi dilakukan oleh Lembaga
Price Waterhouse Coopers, yang memperoyeksikan perkembangan ekonomi negara-negara
di dunia, “THE WORLD IN 2050,” March
2006. Hasilnya sebagaimana dapat dilihat pada table 1 yang menunjukan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sekitar 7 % pertahuan selama kurun waktun 2005
sampai 2050. Angka pertumbuhan Indonesia ini hanya dibawah India yang berada pada puncak
dengan angka 7,3 %. Sudah barang tentu ramalam ini tidak sekedar main-main,
melainkan secara akademik dan metodologik bisa dipertangung jawabkan.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia dan negara-negara yang memiliki pertumbuhan tinggi terus berlangsung telah diramalkan oleh Citibank Group, pada tahun 2030 negara kita
Indonesia akan menjadi negara terkaya no 7 di dunia., Pada sepuluh tahun
berikutnya, tahun 2040, posisi
Indonesia akan menanjak
menjadi negara terkaya no 4, hanya berada dibawah China, India dan Amerika
Serikat. Perhatikan tabel no
2. Bisakah dibayangkan bagaimana keadaan
bangsa dan negara kita pada waktu
menempati negara terkaya nomer
empat?
Proyeksi diatas akan menjadi kenyataan manakala bangsa
Indonesia berhasil dalam persaingan pasar bebas. Untuk bisa memasuki AFTA dengan
berhasil suatu negara mesti memahami
bagaimana karakteristik perdagangan
bebas, dalam hal ini AFTA.
Perdagangan bebas menyangkut beberapa aspek dalam kehidupan berbangsa. Antara
lain, a) persaingan regional
& global, b)kerjasama regional & global, c)informasi regional &
global, d)karier dan pekerjaan reginal &
global, dan, e)pertumbuhan ekonomi pelayanan jasa.
Persaingan bebas diantara negara negara
ASEAN, dengan AFTA, tidak terhindarkan lagi. Sebagaimana prinsip persaingan
bebas, siapa yang kuat
akan menang dan siapa yang kalah akan terpinggirkan. Persaingan tidak mengenal
kata belas kasihan. Bagaimana negara
bisa mempersiapkan diri menyambut perdagangan bebas? Prinsip persaingan itu perlu disadari
sepenuhnya oleh seluruh warga bangsa, khususnya para pelaku ekonomi di Indonesia. Apalagi perlu diingat persaingan sudah
bersifat regional dan global, tidak lagi bersifat domestik atau nasional. Sebagai jawaban atas
persaingan bebas tersebut
tidak ada kata lain kemandirian merupakan sesuatu yang mesti dimilki. Para pelaku
ekonomi tidak bisa mengharapkan atau merengek kepada pemerintah suatu kebijakan untuk melindungi bisnis mereka. Masa depan usaha mereka ada ditangan mereka masing-masing.
Semangat untuk mandiri ini akan
menimbulkan kemauan, tanggung jawab dan kerja keras. Segala daya yang dimiliki
harus dikerahkan.
Segala upaya mesti dilakukan. Apabila tidak, hanya akan ada satu:
“terpinggirkan” dari persaingan menjadi
kenyataan pahit. Sudah barang tentu, dalam persaingan
diantara negara-negara ASEAN, dan kelak juga diantara negara-negara global
memiliki etika. Etika global, seperti kejujuran, kedisiplinan, kebebasan,
menghargai, kesetaraan dan menghormati hak-hak fihak lain, dan tanggung jawab
mesti dipatuhi dan menjadi kebiasaan perilaku sehari-hari.
Kesadaran akan persaingan global yang menekankan pada kemandirian tidak berarti harus
mengisolir diri. Para
pelaku ekonomi dalam persaingan global
justru harus membangun kolaborasi dengan
pelaku ekonomi lain. Sebagaimana persaingan yang bersifat regional dan global,
maka kolaborasi disamping berskop
nasional, juga harus berskop regional dan global. Kolaborasi merupakan suatu
bentuk kerjasama yang direncanakan
dengan tujuan dan cara-cara yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk
melaksanakan kolaborasi
berskop regional dan global, kemampuan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi
mutlak diperlukan. Tanpa kemampaun mengoperasionalkan teknologi informasi dan
komunikasi kolaborasi sulit
dilaksanakan dengan benar. Disamping itu, sudah barang tentu kemampuan bahasa
asing baik tulis maupun lesan merupakan kebutuhan mutlak lainnya. Karakteristik perdagangan bebas ditunjukan pada tabel 3.
SUMBER:
The Friendship Institute, Education for 21st Century,
2005.
Karakteristik pedagangan bebas berikutnya
adalah informasi regional dan global.
Perdagangan bebas menuntut warga bangsa khususnya perilaku ekonomi
“melek informasi” (information literacy). Melek informasi memiliki arti warga bangsa memiliki pengetahuan bisa membedakan mana
sumber informasi yang baik dan benar dari
sumber informasi yang jelek dan tidak berguna. Disamping
itu, warga negara yang “melek informasi” bisa mengambil keputusan mana yang perlu untuk dijadikan sumber, untuk dibaca dan dkaji.
Karena begitu banyak sumber informasi dan harus memilih beberapa sumber dari
begitu banyak sumber tersebut, maka warga negara memerlukan kemampuan berpikir kritis. Artinya,
bisa mengkaji
secara cermat dan cepat, menangkap isi dan makna, mampu menganalisis dan segera
memberikan tanggapan atau umpan balik,
serta mampu berpikir alternatif. Kemampuan berpikir kritis ini amat menentukan
keberhasilan dalam perdagangan bebas. Karakteristik terakhir, adalah kemampuan
memecahkan masalah dan menciptakan &
memanfaatkan peluang. Kemampuan berpikir kritis akan melahirkan kemampuan untuk
memecahkan masalah. Namun, kemampuan memecahkan masalah saja tidak mencukupi.
Karena, masalah demi masalah akan terus
bermunculan. Diperlukan kemampuan untuk menciptakan peluang. Dibalik masalah
dan tantangan terdapat peluang. Tidak
semua orang bisa memahami atau melihat adanya peluang ini. Kalau tidak memahami adanya peluang pasti
orang itu tidak akan dapat memanfaatkan peluang yang ada. Peluang bisa saja
lewat silih berganti. Kemampuan menangkap
peluang harus senantiasa dilatih dan dikembangkan. Bagaimana caranya? Jangan
takut menghadapi masalah. Jangan menghindari atau menunda masalah. Hadapi masalah secara serius tetapi santai.
Karakteristik pedagangan bebas yang lain adalah perubahan struktur karier pekerjaan
dan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Menghadapi
kondisi yang serba berubah ini maka kemampuan berpikir kritis dan kemampuan
memecahkan masalah serta menangkap peluang memiliki peran penting. Disamping itu, dalam segala bidang dan jenis pekerjaan perlu ada suatu sistem dan mekanisme yang
mendorong adanya perbaikan,
penyempurnaan dan pembaharuan secara
terus menerus, dari waktu ke waktu. Fleksibiltas dan adaptabilitas
diperlukan dalam dunia
kerja pada era perdaganagn bebas. Negara-negara yang mampu mengembangkan pembaharuan kerja akan menjadi negara
yang bisa mengambil keuntungan dari perdagangan bebas.
Karateristik perdagangan bebas terakhir
adalah terjadinya pertumbuhan pelayanan jasa yang luar biasa cepat dan modern.
Pertumbuhan pelayanan dan jasa ini terutama dikarenakan kemajuan teknologi
informasi dan komunikasi. Oleh karena itu, amat logis kalau perkembangan pelayanan jasa ini memerlukan penguasan
kemampuan teknologi informasi dan komukasi dikalangan warga bangsa. Disamping itu, setiap warga bangsa mesti
memiliki kemampuan untuk menghadapi persoalan-persoalan di sepanjang hidupnya.
Karena dalam era perdaganagn bebas, perubahan akan cepat terjadi. Setiap perubahan pasti membawa masalah
dan tantangan baru, sekaligus
peluang-peluang baru. Hanya mereka warga negara yang memiliki ketrampilan untuk
hidup
(life skills) yang akan berahsil dalam era perdagangan bebas.
KEKUATAN
KARAKTER
Perdagangan bebas merupakan salah satu simbol
kemajuan zaman global, zaman abad 21. Kemajuan teknologi yang menyertai perdagangan bebas menjadikan
penduduk dunia semakin lebih dekat dan
akan merubah struktur pekerjaan. Lokasi tempat kerja berubah. Jenis
industri dimana penduduk kerja berubah.
Kecepatan dalam bekerja berubah. Akibatnya, konflik tidak terelakan karena
masing-masing negara ingin dapat memenuhi kebutuhannya di satu sisi, dan di sisi lain mereka menginginkan hidup
berdampingan secara damai dan harmonis sebagai bangsa yang modern, maju dan berkeadaban. Sudah barang tentu, dibalik
kemajuan teknologi, kontak antar bangsa semakin intens, terjadi perubahan
kultur bangsa. Globalisasi kultur
menyebabkan perubahan pada penduduk: cara hidup berubah, persepsi
berubah, dan interaksi mereka juga berubah. Hasil dari semua itu adalah
bangsa-bangsa yang berhasil dalam perdagangan bebas akan mengalami kemajuan
lebih cepat dari pada sebelumnya.
Suatu studi yang dilakukan oleh kelompok industri besar yang kemudian dirumuskan sebagai pendidikan abad 21 abad perdagangan bebas, memberikan informasi yang mengejutkan. Ketika
kepada para industrialis diajukan pertanyaan” “Ketrampilan apa yang menjadikan
lulusan sekolah menengah berhasil dalam bekerja”?. Jawabanya amat menarik
sebagaimana dituangkan pada table 4.
Setelah dianalisis, ternayata
pasa industrialis mengemukakan lima
aspek yang penting dalam dunia kerja: a)etika kerja, b)kolaborasi,
c)komunikasi yang baik, d)tanggung jawan sosial, dan, e)berpikir kritis. Empat
pertama dari lima apek adalah kawasan karakter. Hanya aspek daya kritis yang
masuk kawasan ilpu pengetahuan.
Keberhasilan bekerja lulusan sekolah
menengah ternyata terletak pada lima aspek, bukan sekedar penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi semata. Etika kerja, antara lain mencakup ketatan
pada hukum, aturan dan ketentuan kerja yang ada menempati posisi paling tinggi
dengan angka 80 % dari responden.
Demikian pula kemampuan berkolaborasi yang
mesti bisa bekerjasama dengan segala perbedaan yang ada dan menjunjung
tinggi toleransi dipilih oleh sekitar 75
respondent. Sebaliknya yang memilih kemampuan kritis aspek penting dari penguasaan ilmun pengetahuan hanya sekitar 58 % responden.
Ketika kepada para
responden diajukan
pertanyaan apa kelemahan pekerja lulusan
sekolah menengah yang bekerja di perusahaanya selama ini. Jawabnya,
sekitar 81 % menunjukan
pada kemampuan berkomunikasi, baik lesan maupun tulis. Kemampuan berkomunikasi
selain mengandung aspek pengetahuan, juga mengandung aspek karakter seperti
percaya diri, menghargai pendapat orang lain, santun dalam memberikan tanggapan. Aspek kepemimpinan dan
etika kerja dipilih oleh
para responden secara
bertutur-turut 73% dan
70%. Aspek penguasaan pengetahuan,
kemampuan berpikir kritis hanya dipilih oleh 70 dari para responden.
Tabel 5 juga menunjukan
bagaimana pentingnya karakter dalam dunia
kerja pada era perdaganagn bebas. Ketika
kepada apara industrialis selaku responden diajukan perrtanyaan: “Apa kelemahan
dalam mbekerja lulusan sekolah menengah yang saudara pekerjakan tahun terakhir
ini”? Mereka memberikan jawaban, yang setelah dianalisis mengerucut ke dalam lima
point. Yakni, a)kemampuan komunikasi tulis, b)kepemimpinan, c)etika kerja,
d)berpikir kritis dna pemecahan masalah, da, e)belajar mandiri. Kembali,
sebagaimana pada tabel 4, lima aspek yang disebut responden hanya satu yang secara jelas menyangkut
kepemampuan bidang ilmu
penegetahuan yakni, daya kritis.
Ketika kepada para responden
diajukan pertanyaan kemampuan yang penting pada lima tahun kedepan, jawabnya
dapat dilihat pada tabel 6. Setelah dianalaisis ternyata mengkerucut
pada enam kemampuan utama.
Yakni, a)berpikir kritis, b)penguasaan Information and Communicvation
Technology (ICT), c)kesehatan dan kebugaran, d)kemampuan berkolaborasi,
e)innovasi, dan, f)tanggung jawab keuangan pribadi. Dari jawaban diatas, nampak
jelas masalah karakter menempati posisi penting
yang harus dikuasai oleh pekerja pada lima tahun ke depan.
Oleh karena itu
kebijakan pendidikan karakter menjadi kebijakan unggulan di hampir semua
negara. Bagi Indonesia, tekanan pendidikan karater semakin penting, manakala dikaji kondisi bangsa kita
tengah sakit. Khususnya,
sakit tidak ada kejujuran diantara kita. Kondisi
bangsa yang tengah sakit ini akan mempengaruhi proses pendidikan. Dengan demikian bagi Indonesia pendidikan karakter tidak hanya penting,
tetapi mutlak
diperlukan.
MEMAKNAI KARAKTER
Bangsa Indonesia memiliki semua pensyaratan untuk menjadi bangsa yang maju, moden, dan berkeadaban. Sumber daya
alam melimpah. Dalam bumi terdapat kandungan berbagai tambang yang amat
dibutuhkan bagi setiap negara. Dalam lautan penuh dengan
berbagai berkah Tuhan mulai dari berbagai jenis ikan sampai mutiara. Hutan Indonesia memiliki
ribuan species binatang dan tumbuh-tumbuhan yang sulit dicari di negara lain.
Manusia Indonesia tidak beda dengan manusia bangsa lain, khususnya dalam hal kemampuan intelektual. Tetapi ada satu yang bangsa
Indonesia kalah dengan bangsa lain. Yakni, karakter bangsa Indonesia rapuh nyaris roboh.
Ibaratnya bangunan, kerangka rumah sudah keropos, kalau tiada tindakan
penyelamatan khusus, tinggal menunggu roboh.
Karakter adalah pedoman hidup, kemana
bangsa akan menuju dan bagaimana cara mewujudkan tujuan itu. Apa yang harus dipegang erat erat dan dikuti secara ketat.
Sebaliknya, apa yang harus dijauhi, dibuang jauh-jauh. Karakter itulah yang
akan menimbulkan sikap dan perilaku warga bangsa, termasuk para pemimpinnya,
pro pada pembangunan dan kemajuan. Karakter yang kokoh kuat dan positif
akan menimbulkan perilaku kehidupan yang
membawa bangsa ke arah kehidupan yang lebih baik, lebih modern dan lebih
berkeadaban. Sebaliknya karakter bangsa yang lemah dan negatif akan menimbulkan
perilaku warga bangsa yang membawa bangsa pada kehidupan yang semakin jauh dari
cita-cita kehidupan, bahkan tidak mustahil membawa bangsa ke failed nation
atau negara yang gagal, negara yang hilang dari peta dunia.
Apa itu karakter bangsa? Pada awalnya, karakter
bangsa dilihat sebagai suatu fakta dan proses sejarah, yang kemudian terdapat
pergeseran bahwa karakter bangsa merupakan kekuatan politik yang harus
dimanfaatkan untuk melakukan reformasi kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain terjadi
pergeseran dalam cara memandang karakter bangsa, sebagai sesuatu yang abstrak
kearah sesuatu yang bersifat praktis implementatif. Pemikiran perkembangan
karakter bangsa ini dapat dikaji dari berbagai pendapat tokoh, seperti Montesquieu dan Jean-Jacques Rousseau sampai para ahli politik dan ekonomi dewasa
ini.
Karakter bangsa merupakan
watak dan sifat yang dimiliki oleh suatu kelompok dan digeneralisasi
pada masyarakatnya. Dalam karakter ini tidak bisa dibebaskan adanya stereotaip. Misalnya, karakter
orang jepang tidak sama dengan karakter
orang Indonesia. Dalam suatu bangsa juga dapat terjadi stereotaip, seperti
orang batak tidak sama dengan orang papua, tidak sama dengan orang bugis.
Apakah hal ini berarti setiap individu dalam suatu wilayah memiliki karakter
yang sama? Sudah barang tentu tidak. Disini terdapat generalisasi dan stereotaip. Sebagai
contoh makro, karakter bangsa Inggris sering dikatakan sebagai perpaduan antara
kualitas kehidupan seperti intelgensi tinggi, adil, rajin, pemaaf dan terlalu
bangga akan diri bangsanya dan meremehkan bangsa lain, kasar dan ingin selalu
menang. Benarkah setiap diri orang Inggris memiliki karakter tersebut? Sudah
barang tentu, sekali lagi, tidak.
Montesquieu, seorang filosof
berkebangsaan Perancis mengemukakan karakter bangsa sebagai “Semangat
kebangsaan”, yang terdiri dari karakteristik moral dan cara berpikir serta
perilaku warga bangsa yang merupakan hasil dari kombinasi khas yang dimiliki
bangsa tersebut, seperti: iklim, agama, hukum, pemerintahan, sejarah dan etika.
Apa yang membedakan satu bangsa atas yang lain adalah suatu kombinasi
yang khas dari berbagai faktor yang dimiliki masing-masing bangsa, pola
interaksi dan saling ketergantungan diantara faktor-faktor tersebut, dan sifat-sifat
karakter yang dihasilkannya. Dalam
kesempatan lain, Montesquieu menegaskan bahwa karakter bangsa sangat berkaitan
dengan hukum, bentuk dan perilaku pemerintahan yang ada. Karakter bangsa akan
tercermin bagaimana warga bangsa tunduk dan patuh pada hukum yang berlaku.
Demikian pula karakter bangsa akan tercermin pada bagaimana warga bangsa
memahami atas bentuk dan praktik pemerintahan yang ada. Masyarakat berkarakter
akan selalu memberikan dukungan apa bila pemerintah berjalan diatas rel yang
benar. Sebaliknya, warga bangsa akan bereaksi dan memberikan kritik manakala
pemerintah menyeleweng dari garis garis
yang telah ditetapkan.
Tidak jauh berbeda, Jean-Jacques Rousseau, melihat
karakter bangsa sebagai sesuatu yang kompleks, yang merupakan asosiasi dari
elemen-elemen dasar kesadaran nasional. Dia berpendapat masing-masing bangsa
memiliki karakter yang unik, mencakup temperament, ciri-ciri fisik, kualitas
moral dan norma, ditambah tradisi agama dan kebudayaan yang memberikan kepada
warga bangsa kesadaran akan kebersamaan sebagai suatu bangsa. Selanjutnya,
Rousseau menambahkan suatu bangsa membangun identitas sebagai suatu bangsa berdasarkan apa yang secara khusus dimiliki
bangsa seperti semangat, pandangan, tradisi,
hukum, dan sistem politik.
Sejarah perkembangan bangsa-bangsa
memberikan pelajaran bagaimana karakter bangsa bisa lahir dari garba proses
perjuangann bangsa itu sendiri. Stephenson (2005) menunjukan bagaimana
suatu revolusi bangsa melahirkan karakter bangsa yang kuat, kebersamaan yang
amat kokoh sehingga dengan kemampuan
yang serba terbatas mampu
menghadapi tekanan yang luar biasa dahsyatnya, demi suatu cita-cita bangsa itu
sendiri. Karakter bangsa senantiasa menekankan aspirasi bangsa sebagai
sesuatu yang utama, yang lain merupakan urusan belakangan. Dengan kata lain, karakter bangsa melahirkan
kebersamaan yang kokoh dan kuat dengan suatu visi dan nilai-nilai yang dipegang
teguh bersama. Kebersamaan dengan didasari visi dan nilai-nilai ini yang
menyebabkan suatu bangsa jauh dari berbagai penyakit kehidupan zaman modern,
seperti kekerasan, korupsi, kemiskinan dan kebodohan serta berbagai
penyimpangan hukum yang lain.
Bangsa
Indonesia pernah mengalami ini. Perjuangan kemerdekaan telah malahirkan Negara
Republik Indonesia pada tahun 1945. Negara yang masih muda memiliki berbagai
tantangan yang amat berat. Tetapi bangsa Indonesia selepas revolusi kemerdekaan memiliki karakter bangsa
yang kokoh dan kuat, disertai kebersamaan yang dapat menjembatani berbagai
perbedaan, termasuk perbedaan
etnis, budaya lokal dan perbedaan
agama sekalipun. Hasilnya cita-cita Negara dan bangsa mardeka dan berdaulat
dapat dipertahankan. Amat berbeda kondisi tersebut diatas apabila dibandingkan
dengan reformasi tahun 1998. Begitu orde
baru runtuh, orde reformasi lahir tetapi tidak disertasi dengan lahirnya
karakter bangsa yang kuat. Bahkan justru sebaliknya, karakter bangsa terkikis dan merosot amat cepat, nyaris
bangsa Indonesia tidak lagi memiliki karakter. Akibatnya, kekerasan, korupsi,
manipulasi dan berbagai penyimpangan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk
hukum senantiasa erat hadir disekitar kita.
Dari
berbagai pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa karakter bangsa bukan sekedar perkembangan sejarah, melainkan
merupakan realitas yang dapat diciptakan dan dikembangkan lewat suatu rekayasa
sosial. Karakter bangsa tidak hanya diperlukan bagi suatu masyarakat,
tetapi bentuk karakter bangsa bisa dikembangkan
untuk suatu bentuk sistem pemerintahan.
Karakter
bangsa dibentuk oleh berbagai campuran dari sifat-sifat yang ada, seperti
sosialibilitas, ketulusan, kejujuran, kebanggaan, keterbukaan, malas, kerja
keras, dan semangat untuk berprestasi. Karakter bangsa akan muncul sebagai
keterpaduan dan keseimbangan dari berbagai karakteristik moral diatas. Oleh
karena itu, suatu karakter bangsa mesti kembangkan berdasarkan nilai-nilai
tradisi yang dimiliki bangsa itu sendiri dipadukan dengan konteks bangsa yang
ada, seperti lembaga-lembaga, kebiasaan-kebiasaan, dan kebudayaan bangsa serta
agama yang dianut mayoritas warga bangsa tersebut.
Karakter
bangsa sangat erat berkaitan dengan sistem dan praktik politik yang ada. Bahkan
suatu konstitusi suatu bangsa merupakan cerminan karakter bangsa yang
bersangkutan. Lebih lanjut dapat
dikatakan bahwa katakter bangsa merupakan suatu basis untuk melahirkan
kesadaran nasional dan jiwa patriotisme bangsa, yang merupakan fondasi bagi
terujudnya bangsa yang mandiri, merdeka dan berdaulat. Karakter bangsa juga
merupakan identitas suatu bangsa untuk mempertahankan diri melawan penjajahan
asing dalam segala bentuknya. Selama bangsa memegang teguh karakternya, bangsa
tersebut akan bisa menjaga kemerdekaan dan kedaulatannya dari segala bentuk
kekuasaan asing.
Karakter
bangsa bisa merupakan komulasi dari karakter kelompok dan sebaliknya karakter
kelompok merupakan hasil dari karakter
bangsa. Jadi antara keduanya teradi interaksi yang saling memperkuat.
Apa karakter kelompok atau individu? Karakter merupakan pedoman bagi seseorang
kemana akan menuju, bagaimana cara
mencapai tujuan itu, apa saja yang perlu untuk dipegang erat-erat, sebaliknya
apa saja yang harus dihindari dan ditinggalkan jauh-jauh. Pedoman
ini akan membantu seseorang dalam mengambil keputusan. Jadi karakter mengandung
dasar-dasar moralitas, rasionalitas dan perilaku.
Seorang
sastrawan Amerika Serikat, Harney Rubin, menyatakan secara puitis: "Watch
your thoughts, for they become words. Watch your words, for they become
actions. Watch your actions, for they become habits. Watch your habits, for
they become character. Watch your character, for it becomes your destiny."
Jadi karakter mencakup dari apa yang dipikirkan (moral reasoning) sampai kebiasaan dan tujuan hidup. Pedoman
ini yang perlu dikembangkan pada diri setiap warga bangsa, khususnya para
peserta didik sebagai generasi muda harapan bangsa. Pedoman ini bersifat sangat mendasar yang
berpusat dari dalam diri sendiri, terjabarkan pada visi etika, dan akhirnya
akan terujud pada perilaku guna mencapai tujuan yang mulia.
Salah seorang pendidik yang menekuni
pendidikan karakter memberikan definisi yang ringkas, yakni, terminologi yang
mendeskripsikan berbagai aspek dalam pembelajaran guna mengembangkan
kepribadian. Dalam proses pembelajaran tersebut mengkaitkan antara moralitas
pendidikan dengan berbagai aspek pribadi dan sosial pesertadidik dalam
kehidupan sehari-hari. Antara lain mencakup penalaran, pembelajaran sosial dan
emosional, pendidikan moral, pendidikan ketrampilan hidup, memperhatikan dan
menyayangi masyarakat, pendidikan kesehatan, mencegah kekerasan, menengahi dan
memecahkan konflik, dan etika kehidupan. Pesertadidik perlu mempelajari semua
itu agar mereka dapat memecahkan permasalahan dalam mengambil keputusan dalam
hidupnya dengan tepat (Gholar, 2004). Artinya, pendidikan karakter berkaitan
dengan pedoman hidup sehari-hari yang amat
diperlukan guna mengambil keputusan dan memeccahkan perbagai problem
kehidupan yang dihadapi. Sebagai pedoman hidup, karakter bisa dikembangkan
berdasarkan berbagai sumber, antara lain bersumberkan agama dan bersumberkan
idiologi negara. Setiap agama memiliki dasar-dasar karakter bagi pemeluknya.
Demikian pula idiologi negara mengandung berbagai dasar etika untuk
dikembangkan menjadi karakter bangsa.
Muncul pertanyaan, apakah karakter
secara otomatis akan berkembang dengan sendirinya pada diri setiap individu, dalam kaitan ini setiap pesertadidik?
Memang karakter akan berkembang secara otomatis pada diri pesertadidik. Masalah
berikutnya adalah bagaimana bentuk atau macam karakter yang berkembang secara
otomatis tersebut? Masalah ini yang harus dijawab, bahwa karakter yang
berkembang adalah sesuai dengan tujuan pendidikan dan lebih jauh tujuan Republik
ini diproklamirkan. Yakni, membentuk manusia yang utuh, paripurna, sehingga
keberadaanya tidak saja berguna bagi diri sendiri, tetapi juga berguna bagi
keluarga masyarakat, bangsa dan
negaranya, sehingga bisa mendorong terujudnya masyarakat yang adil, makmur, sejahtera
rohani dan jasmani, merdeka dan berdaulat dalam negara yang berdasarkan Pancasila.
Artinya, perlu ada rekayasa sosial untuk mewujudkan pesertadidik yang berkarakter, yang dalam skope nasional akan
melahirkan karakter bangsa.
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BINGKAI ILMU-ILMU
SOSIAL.
Hadirin
hadirat, lhususnya para mahasiswa yang berhagia. Perkenankanlah saya memulai pembicaraan tentang
ilmu social ini dengan mengutip
ucapan Albert Einstein:
Politic is more difficult than physic
and the
world is more likely to die from
bad politics than from bad physic.
Dalam menghadapi perubahan
ini peranan ilmuwan sosial sangat penting. Ilmu-ilmu sosial, pada hakekatnya, berusaha untuk memahami kompleksitas manusia
dan interaksinya serta strukturnya secara rasional dan analistis. Studi tentang kehidupan manusia dan
masyarakatnya relatif baru. Namun sejauh ini sudah menghasilkan akumulasi
pengetahuan yang dapat diwujudkan dalam suatu sistem pengetahuan tentang
hakekat, pertumbuhan dan fungsi kehidupan manusia. Tidak dapat dihindarkan,
untuk mengkaji Ilmu-ilmu sosial maka pesertadidik harus mengkaji konsep-konsep
pokok dalam masing-masing disiplin tersebut. Kemudian, bagaiamana berbagai
konsep tersebut diintegrasikan dalam suatu keterpaduan (social studies atau
IPS) untuk menganalisis kehidupanmasyarakat.
Sebagaimana ilmu alam,
ilmu-ilmu sosial juga memiliki ilmu sosial murni dan ilmu sosial terapan.
Termasuk ilmu sosial murni adalah sosiologi,
sejarah dan anthropologi.
Masing-masing cabang ilmu ini memiliki metode dan konsep kajian
sendiri-sendiri. Misalnya, sosiologi memusatkan pada perilaku manusia dan
bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain, yang melahirkan berbagai konsep
seperti, organsiasi, konflik, integrasi, hegemoni, dan lainnya.
Perkembangan
kemampuan manusia dan perkembangan masyarakat menjadikan ilmu-ilmu sosial
berkembang. Munculah ilmu sosial terapan, seperti ekonomi, politik, ilmu hukum,
limu pendidikan, ilmu administrasi, ilmu komunikasi dan ilmu kesejahtreraan sosial. Masing-masing
ilmu sosial terapan ini juga terus berkembang. Misalnya, ilmu pendidikan
berkembang ilmu pendidikan anak usia dini,
ilmu pendidikan jarak jauh, ilmu pendidikan anak berbakat khusus, Ilmu kurikulum
dan sebagainya. Ilmu kurikulum berinteraksi dengan bidang studi melahirkan social sciences dan social studies. Social
sciences merupakan penyederhanaan ilmu-ilmu sosial untum disajikan pada bangku
sekolah, sedangkan social studies merupakan integrated social sciences. Di
Indonesia social studies disebut ilmu
pengetahuan sosial atau IPS. Jadi kalau menyebut IPS artinya sudah terkandung
ilmu sosial terpadu. Ilmu ekonomi bekembang: ilmu ekonomi pembangunan, ekonomi
manajemen dan ekonomi perbankan.
Dalam era modern
ilmu-ilmu sosial memusatkan kajian pada perkembangan masyarakat. Perkembangan
masyarakat pada era modern ini dapat dibagi dalam tiga tahap: masyarakat
agraris, masyarakat industrial dan masyarakat informasi. Keberadaan tiga tahap
tersebut tidak harus berarti menafikan satu dengan yang lain secara absolut.
Artinya, sangat dimungkinkan suatu bangsa yang terdiri dari berbagai kelompok
mengalami tahapan yang berbeda.
Manusia adalah
makhluk sosial dan sekaligus makhluk rasional. Sebagai makhluk sosial secara
alami manusia akan mengembangkan norma yang mengikat yang menjadi landasan
hidup bersama. Sebagai makhluk rasional, manusia senantiasa melakukan
pilihan-pilihan yang terbaik, yang paling efisien dalam mewujudkan tujuannya.
Keterkaitan
antara perkembangan teknologi, ekonomi
dan budaya kultural muncul dalam proses transformasi masyarakat, dari
masyarakat agraris, industri dan masyarakat informasi. Inovasi teknologi telah
memacu transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat industrial. Globalisasi
yang tidak bisa dilepaskan perdagangan bebas memacu proses transformasi dari masyarakat industri ke
masyarakat informasi.
Dalam era modern ilmu-ilmu sosial
memberikan perhatian lebih besar pada lembaga dan pranata sosial. Lembaga dan pranata sosial tumbuh dari
birokrasi yang rasional dengan dimotori oleh Tylor dengan Scientific
Management-nya. dimana organisasi disusun secara hirarkis bentuk piramida,
dengan memberikan kekuasaan pengambilan keputusan pada top manajemen dan
bawahan memiliki kewajiban untuk melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh
atasan. Perkembangan manajemen ini sejalan dengan perkembangan ekonomi
kapitalis, melahirkan sistem politik Liberal Demokratis yang menekankan
pada pranata sosial dengan memisahakan antara agama dan negara.
Analisis perkembangan masyarakat dalam
ilmu-ilmu sosial antara lain telah melahirkan berbagai teori sosial. Dengan
berbagai pendekatan dan teori tersebut diatas perkembangan masyarakat
dianalisis, khususnya bersangkutan dengan
cara-cara yang harus ditempuh agar negara-negara sedang berkembang dapat
mencapai tingkat kesejahteraan sebagaimana dialami negara-negara maju. Dari
pengalaman perkembangan bangsa-bangsa yang telah maju, telah dapat disusun
resep bagi negara-negara sedang berkembang agar dapat mencapai kemajuan yang
telah dicapai negara maju. Berbagai kebijakan telah dilaksanakan antara lain:
1.
Semua bangsa dan
negara memberikan tekanan pada Human Resources Development.
2.
Dikembangkan
berbagai kerjasama internasional, baik bilateral maupun multilateral, dimana
negara-negara maju membantu negara-negara sedang berkembang.
3.
Pelaksanaan
demokrasi liberal.
4.
Melaksanakan sistem
manajemen komando.
Namun, setelah puluhan tahun dilewati
ditemukan ternyata “resep” tersebut tidak manjur. Tetap saja, negara-negara
sedang berkembang dijerat dalam berbagai
permasalahan kemiskinan yang mendasar.
Mengapa?
Apakah salah resep? Ataukah ada penjelasan lain? Menurut hemat saya kesalahan yang terjadi adalah
memahami konteks masyarakat secara disipliner, seperti bagaimana kondisi fisik
(geografi), bagaimana kondisi interaksi ekonomi (ilmu ekonomi), bagaimana
kondisi interaksi sosial (sosoiologi), bagaimana kondisi interaksi
dengan diri sendiri (Psikologi), bagaimana interaksi berkaitan dengan
kekuasaan (ilmu politik). Semestinya persoalan kehidupan masyarakat harus
didekati secara multidsipliner.
Disamping itu, para
ilmuwan sosial, antara lain Fukuyama dan Porter, memberikan jawaban bahwa
keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh karakter bangsa yang dimiliki.
Karakter merupakan pandangan hidup dan keyakinan yang memberi arah kemana bangsa harus menuju,
bagaimana cara untuk menuju tujuan tersebut, etika dan norma apa yang harus
dijadikan landasan. Karakter bangsa
inilah yang mendasari aktivitas individu, kelompok, organisasi dan lembaga lain
yang ada di masyarakat.
Francis Fukuyama, lewat Thesis Social Capital,
menjelaskan bahwa Social capital adalah
seperangkat nilai-nilai informal
atau norma-norma yang dipegang bersama seluruh anggota masyarakat
sehingga memungkinkan mereka bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama, yang
disebut trust. Seperti: seperti bicara benar, dapat dipercaya dan dapat
mempercayai orang lain, menerima kenyataan meskipun pahit, mengekang diri
dengan menguasai emosi, melaksanakan kewajiban, diperlukan dalam terlaksananya
ekonomi persaingan bebas.
Porter, mengusulkan paradigma produktivitas
baru (knowledge based economy masyarakat informasi). Menurut paradigm
baru ini, produktivitas ekonomi
nasional akan ditentukan oleh produktivitas ekonomi perusahaan atau oleh
ekonomi mikro. Fondasi ekonomi mikro untuk mampu bersaing adalah: strategi dan operasi perusahaan yang canggih,
dan, economic environment yang favourable (peraturan, permintaan lokal,
logistik dan pelayanan teknologi). Hanya dengan perusahaan yang dapat
beroperasi lebih produktiflah ekonomi
nasional suatu bangsa akan dapat
berkembang.
Paradigma
produktivitas ekonomi masyarakat informasi ini memiliki ciri-ciri yang lebih
detail sebagai berikut:
1.
Senantiasa
mendorong inovasi
2.
Menekankan pada
persaingan yang sehat.
3.
Menekankan
akuntabilitas.
4.
Memiliki standard regulatori yang tinggi.
5.
Investasi pada
kemampuan dan teknologi modern merupakan keharusan.
6.
Pekerja adalah aset
perusahaan.
7.
Membiasakan kerja
dalam kelompok-kelompok.
8.
Melakukan kolaborasi sesuai dengan kebutuhan.
Dengan kata lain, baik Fukuyama maupun Porters menekankan betapa pentingnya
karakter agar bangsa yang bersangkutan
dapat mewujudkan cita-cita, masyarakat yang makmur, sejahtera, adil,
bermartabat dan beradab. Oleh karena, lewat ilmu-ilmu sosial perlu dilakukan
penyadaran dan pencerahan kehidupan bangsa. Penyadaran berupa sajian gambaran
dari analisis bagaimana sesungguhnya kondisi
bangsa dan negara Indonesia yang kita cintai bersama ini. Apa
ancaman-ancaman yang dihadapi dan apa peluang-peluang yang harus diambil.
Penyadaran ini amat penting agar, bangsa
sebagai totalitas menyadari dan memahami kemana harus melangkah dan tujuan apa
yang harus diraih. Pencerahan memiliki makna bahwa bangsa sebagai totalitas
harus diberikan gambaran bahwa bangsa
Indonesia memiliki masa depan yang cerah penuh dengan harapan. Untuk itu
karakter: berbagai prinsip, norma dan etika serta semangat untuk mencapai yang
terbaik harus ditanamkan kepada seluruh
warga bangsa.
Kehidupan manusia adalah berperilaku
untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
menghidupi diri dan lingkungannya. Perilaku manusia atau kelompok manusia
berbeda-beda, khususnya berkaitan dengan lingkungan fisiknya. Disamping itu,
dan bahkan yang lebih penting perbedaan perilaku manusia terutama disebabkan
oleh filsafat hidupnya. Sadar atau tidak sadar, setiap diri manusia memiliki
filsafat hidup yang menggerakan perilakunya. Filsafat memberian pedoman apa yang akan dilakukan dan apa yang tidak akan dilakukan.
Filsafat hidup adalah satu system
komprehensif yang mengandung gagasan hakekat hidup manusia dan hakekat realitas
dimana kita hidup. Filsafat melahirkan karakter, yang memberikan suatu pedoman
untuk bagaimana seharusnya hidup, mendasari dan memberikan tuntunan akan
keputusan yang harus diambil atas perilaku tertentu dan bagaimana memperlakukan
orang lain.
Karakter ini, tanpa disadari yang
menyebabkan mengapa siswa di Jepang pantang menyontek di kala ujian,
sebalilknya siswa di Indonesia biasa menyontek tanpa beban. Karenakarakter pula, orang Indonesia gemar korupsi sebaliknya
orang Jepang pantang korupsi. Karena korupsi bersumber dari karakter yang
dimiliki oleh seseorang, sadar atau tidak sadar, menjadikan korupsi dalam suatu
bangsa bukan semata karena ada kesempatan untuk melakukan korupsi melainkan
juga secara sadar merencanakan dan menciptakan peluang untuk bisa melakukan korupsi. Dari sinilah muncul
korupsi berjamaah. Kondisi korupsi berjamaah ini menjadikan korupsi menyebabkan
merebak dan meluas kehampir semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Korupsi menjadi kejahatan kemanusiaan yang tidak kalah bahayanya dengan penyalahgunaan narkoba dan tindak kejahatan terrorist.
Salah satu aspek karakter adalah kejujueran.
Ketiadakadaanya kejujuran menjadi dasar tindakan kejahatan korupsi, sebagaimana
dikatakan oleh Sam Bimbo, “…..tidak ada kejujuran dan tidak punya rasa malu”. Bisa disebut pula buku sastrfawan Taufiq Ismail “Malu
Aku Jadi Orang Indonesia”. Kejujuran merupakan salah satu dari
enam pilar dari konsep karakter menurut UNESCO. Yakni, Trustworthiness,
Responsibility, Respect, Fairness, Caring, dan Citizenship.
Trustworthiness
bisa diterjemahkan dapat dipercaya, apabila seseorang memiliki karakter dapat dipercaya berarti orang tersebut
memiliki kejujuran, integritas, loyalitas dan dapat reliabilitas. Meskipun tidak ada orang lain melihat, orang
ini tidak akan mau mengamil yang bukan menjadi haknya, tidak mau bohong, tidak
akan pernah selingkuh, senantiasa satu kata dengan perbuatan. Dengan kata lain,
orang yang memiliki Trustworthiness tidak
memerlukan lagi pengawasan eksternal.
Dimensi ke dua respect, merupakan karakter yang apabila
dimiliki oleh seseorang, maka orang ini akan melakukan hubungan dengan orang
lain senantiasa mendasarkan pada “platinum rule”, berbuatlah kepada orang lain
sebagaiamana orang lain itu mengharapkannya darimu. Watak respect ini mencakup senantiasa menghormati dan menghargai orang
lain tanpa memandang latar belakang yang menyertainya, menjunjung tinggi martabat dan kedaulatan orang lain,
memiliki sikap toleransi yang tinggi, dan mudah menerima orang dengan tulus.
Dengan memiliki watak tersebut, maka seseorang akan senantiasa menghindari
tindak kekerasan, tidak akan merendahkan dan mengeksploitasi orang lain.
Dimensi ketiga responsibility menunjukan karakter bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Seseorang yang
memiliki karakter bertanggung jawab senantiasa akan menunjukan
siapa dia dan apa yang telah diperbuat. Disamping itu, karakter bertanggung
jawab akan melahirkan kerja keras dan bekerja sebaik mungkin untu mencapai prestasi terbaik, dengan
semboyan why niot the best?
Dimensi ke empat Fairness memiliki makna
senantiasa mengedepankan standard adil, tanpa dipengaruhi oleh sikap dan
perasaan yang dimilikinya, ketika berhadapan dengan oang lain. Meskipun dia
benci atau sakit hati pada seseorang, tetapi manakala harus mengambil
keputusan, maka perasaan atau sakit hati itu tidak mempengaruhi keputusan yang
diambil. Oleh karena dimensi ini erat
berkaitan dengan keterbukaan dan objektivitas.
Dimensi ke lima caring, adalah berkaitan dengan apa yang ada dalam hati dan
pertimbangan etika moral manakala menghadapi orang lain. Seseorang yang
memiliki karakter caring, senantiasa
akan mempergunakan kehalusan budi dan perasaan sehingga bisa memahami
kegembiraan atau kepedihan yang dialami orang lain. Dimensi ini
termanifestasikan dalam ujud kejujuran dalam menanggapi apa yang dikemukakan
oleh orang lain dengan cara yang baik dan tepat.
Dimensi terakhir, Citizenship
adalah berkaitan dengan karakter menjadi warga negara yang baik, yang memahamai dan melaksanakan tugas dan
tanggung jawab sebagai seorang warga negara. Dimensi ini terjabarkan pada
bagaimana perilaku seseorang sebagai warga masyarajat, warga bangsa dan negara
yang baik. Indikator warga negara yang baik adalah kepatuhan dan ketaatan paad
peraturan dan undang-undang yang berlaku. Agar bisa patuh, taat dan tunduk pada
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, seorang warga negara yang baik
mesti well informed dan senantiasa
memahami perkembangan mutakhir yang tejadi dilingkungan masyarakat, bangsa dan
negara.
Sudah barang tentu keenam dimensi
universal dari karakter sebagaiamana diatas bisa dikembangkan lebih detail
sesuai dengan kondisi bangsa kita, khususnya dikembalikan pada Pancasila,
sebagai dasar dan filosofi hidup bangsa Indonsia.
Pemerintah, dalam hal ini Kementerian
Pendidikan Nasional (Kementerian Pendidikan Nasional, Badan penelitian
dan pengembangan,Pusat kurikulum (2011). Pengembangan pendidikan budaya dan
karakter bangsa pedoman sekolah: hal 10) telah merumuskan
materi pendidikan karakter kedalam 18 aspek , yakni:
1. Religius :
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.
2. Jujur : Perilaku yang
didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi : Sikap dan tindakan
yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,pendapat, sikap dan tindakan orang
lain yang berbeda dari dirinya
4. Disiplin : Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras : Perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai habatan belajar dan
tugas serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6. Kreatif : Berpikir dan
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari apa yang telah
dimiliki
7. Mandiri : Sikap dan prilaku
yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8. Demokratis : cara berfikir,
bersikap dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang
lain
9. Rasa Ingin Tahu : sikap dan
tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari
apa yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10. Semangat Kebangsaan : cara
berpikir, bertindak, dan wawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah Air : Cara
berfikir, bersikap dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan
penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsanya.
12. Menghargai Prestasi : Sikap
dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna
bagi masyarakat, dan mengakui dan menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/ Komuniktif :
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerjasama
dengan orang lain.
14. Cinta Damai : Sikap, perkataan
dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran
dirinya
15. Gemar Membaca : Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi
dirinya.
16. Peduli Lingkungan : Sikap dan
tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di
sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. Peduli Sosial : Sikap dan
tindakan yang selalu ingin memberi bantuan bagi orang lain dan masyarakat yang
membutuhkan
18. Tanggung-jawab : Sikap dan
perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME.
Karakter sebagaimana tersebut diatas tidak
tumbuh dengan sendirinya pada diri setiap individu, melainkan perlu suatu
rekayasa social, yang direncanakan dan dilaksanakan sebaik dan secermat
mungkin. Proses berlangsung amat panjang, bahkan akan berlangsung sepanjang
masa, khususnya lewat pendidikan. Dari sinilah
secara spesifik lahir konsep pendidikan karakter.
Pendidikan karakter adalah berkaitan
dengan pengembangan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan sikap yang positif guna mewujudkan individu yang dewasa dan
bertanggung jawab. Jadi pendidikan karakter berkaitan dengan pengembangan pada
diri pesertadidik kemampuan untuk merumuskan kemana hidupnya menuju, dan apa-apa yang baik dan
apa-apan yang jelek dala mewujudkan tujuan hidup itu. Oleh karena itu,
pendidikan karakter merupakan proses yang berlangsung terus menerus tiada kenal
kata henti. Pendidikan karakter bisa dilakukan dalam bentuk mata kuliah, tetapi
yang lebihpenting adalah dalam bentuk keteladanan bagaimana interaksia antar
manusi8a yang berkarakter. ARtinya, disamping perkuliahan pendidikan karakter,
mesti pula dikembangkan kultur kampus yant berkarakter. Bagaimana hbu8ngan dan
interaksi antara dosen dan mahasiswa, bagaimana hubungan dna interaksi diantara
kolega dosen, bagaimana hubungan dna inbteraksi dian tara sesame mahasiswa, dan
sebagainya. Keteladan dalam kultur kampus ini sering juga dalam bentuk hiden
curriculum.
Karakter berkaitan dengan nilai-nilai,
penalaran dan perilaku dari seorang. Dengan demikian, pendidikan karakter tidak
bisa hanya diceramahkan, atau dipaksakan lewat proses indoktrinasi berselubung
pendidik. Pendidikan karakter perlu didasarkan pada strategi yang tepat. Kevin
Ryan (Kevin Ryan, 2002, The
Six E's of Character Education //www.bu.edu/education/caec/files/6E.htm.,
Retrieved on 5 May 2011)
salah seorang pedagog berkebangsaan Amerika mengembangkan strategi pendidikan
karakter yang disebut dengan dengan enam E.
Yakni Example, Explanation, Exhortation,
Ethical environment, Experience, dan Expectation of excellency. Menurut strategi Ryan tersebut,
pendidikan karakter memerlukan contoh atau tauladan, jadi pesertadidik memiliki
model yang ditiru. Sesuatu yang akan ditiru oleh siswa, disertai dengan
pengetahuan mengapa seseorang perlu melakukan apa yang ditiru tersebut. Untuk
itu perlu ada penjelasan mengapa sesuatu harus dilakukan, sehingga tidak meniru
membabi buta. Melakukan sesuatu itu harus secara serius sungguh-sungguh,
sebagai bentuk kerja keras dan serius, tidak kenal kata lelah. Dalam
melaksanakan sesuatu itu harus mempertimbangan lingkungan baik sosial maupun
fisik. Artinya, seseorang harus sensitif atas kondisi dan situasi yang ada
disekitarnya. Sikap, dan khususnya perilaku yang dilaksanakan harus dinikmati,
dikerjakan dengan penuh makna, sehingga memberikan pengalaman bagi diri
pribadi. Pengalaman inilah yang bsia menumbuhkan “makna” atau “spiritual” atas
apa yang dilakukan. Dengan demikian perilaku tersebut terinternalisasi pada
diri yang akan menjadi kebiasaan. Akhirnya, semua itu dilakukan dengan harapan
yang tinggi, bahwa hasil perilaku tersebut mewujudkan hasil terbaik.
Strategi lain adalah: Pertama, tujuan, sasaran dan target
yang akan dicapai harus jelas dan konrit. Kedua, pendidikan karakter akan lebih
efektif dan efisien kalau dikerjakan tidak oleh sekolah sendiri, melainkan
kerjasama sekolah dengan orang tua siswa. Sebagaimana telah disinggung di
depan, bahwa karakter bangsa saat ini tengah sakit, nyaris lumpuh.
Masyarakat intinya adalah keluarga. Dengan kata lain berarti saat ini keluarga
kita secara mental tengah sakit. Para pesertadidik sebagai anggota muda
keluarga yang sakit, sudah pasti
terpengaruh. Pengaruh ini dalam bentuk
para pesertadidik selama ini
melakukan sesuatu kegiatan “kosong tanpa makna”. Oleh karena itu, sekolah
memerlukan kerjasama keluarga, khususnyaa dalam arti, agar sekolah bisa
melakukan perubahan pada diri kalangan orang tua, sebagai syarat
berhasilnya mengembangkan karakter
pesertadidik. Tanpa perubahan karakter orang tua, hampir hampir tidak mungkin
dapat dikembangkan karakter baru siswa.
Ke tiga, menyadarkan pada semua guru
akan peran yang penting dan bertanggung jawab dalam keberhasilan melaksanakan
dan mencapai tujuan pendidikan karakter. Lewat mata pelajaran yang diampu atau
tugas yang menjadi tanggung jawabnya, harus mengembangkan karakter pada diri pesertadidik. Untuk itu
guru harus benar-benar memahami filosofi seorang guru, tidak sekedar tehnis melaksanakan pembelajaran.
Pembelajaran yang dilaksanakan oleh para
guru harus mengembangkan kesadaran akan pentingnya keterpaduan antara hati, pikiran, tangan,
cipta, rasa dan karsa dikalangan
pesertadidik guna mengembangkan karakternya masing-masing. Keterpaduan ini
penting artinya agar para pesertadidik
bisa memahami kebaikan, mencintai kebaikan, dan melakukan kebaikan. Dari
itulah akan melahirkan karakter, sebagaimana diucapkan oleh seorang filosof,
Marcus Tullius Cicerio: “"A man's own manner and character is what most
becomes." (Brainy Quote, http://www.brainyquote.com/search_results.html?cx=partner-pub-9038795104372754%3Aqhts1lw6ghm&cof=FORID%3A9., diunduh tanggal 5 Mei 2011)
Ke empat, menyadarkan bahwa guru
memiliki “hidden curriculum”, dan
merupakan instrument yang amat penting dalam pengembangan karakter
pesertadidiki. KIurikulumj tersembunyi ini ada pada perilaku guru, khsusunya
dalam berinteraksi dengan para pesertadidik,
yang disadari atau tidak akan berpengaruh besar pada diri pesertadidik.
Oleh karena itu, guru perlu memanfaatkan kurikulum tersembunyi ini dengan sadar
dean terencana.
Ke lima, dalam melaksanakan pembelajaran
guru menekankan pada daya kritis pesertadidik (critical thinking), kemampuan
kerjasama, dan ketrampilan mengambil keputusan.
Metode pembelajaran yang paling tepat untuk mencapai tujuan tersebut
adalah Cooperative learning dan Problem Based Teaching and Learning. Di
kalangan pendidik kita, kedua metode tersebut, terutama yang terakhir belum
banyak dikusai. Oleh karena itu, sudah masanya para pendidik kita untuk
mempelajari, menguasai dan mempraktikan kedua metode pembelajaran tersebut,
khususnya dalam kaitan pengembangan karakter siswa.
Ke enam kultur sekolah harus dimanfaatkan dalam
pengembangan karakter pesertadidik. Nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, norma-norma,
semboyan-semboyan sampai kondisi fisik sekolah yang ada perlu difahami dan
didesain sedemikian rupa sehingga fungsional untuk mengembangakn karakter
siswa. Amat menarik untuk dicatat suatu
temuan penelitian menyimpulkan bahwa
hasil test terstandard pada
sekolah-sekolah di California selama
tahun 1999 sampai 2002 secara significant berkorelasi positif dengan kemampuan sekolah menciptakan kultur sekolah berupa
“ a clean and safe physical environment". Disamping itu
prestasi siswa juga berkorelasi positif dan siginikan dengan partisipasi orang
tua dan peran guru sebagai model bagi pesertadidik, serta kesempatan siswa untuk berkontribusi
pada kegiatan sekolah dan kegiatan masyarakat, sesuai dengan gaya
pesertadidik sendiri. Prestasi siswa
perlu untuk dikemukakan dalam kaitan dengan kultur sekolah, karena Thomas
Lickona sebagai seorang ahli dalam
pendidikan karakter sebagaimana dikutip
oleh Traub (2005, 4) pada suatu kesempatan menyatakan
bahwa: "Virtue is human excellence.
To be a school of character, a community of virtue, is to be equally committed
to two great goals: intellectual excellence and moral excellence."
Ke tujuh pada hakekatnya salah satu fase
pendidikan karakter adalah merupakan proses pembiasaan dalam kehidupan
sehari-hari khususnya di sekolah yang dapat dimonitor dan dikontrol oleh kepala
sekolah dan guru. Diharapkan orang tua siswa memonitor dan mengontrol perilaku
sehari-hari pesertadidik di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Keluarga merupakan agent pertama dan
utama dalam mengembangkan jati diri dan identitas diri anak sebagai warga suatu
bangsa yang merdeka dan berdaulat. Kondisi, situasi dan interaksi antar anggota
keluarga merupakan proses pendidikan yang amat penting bagi siswa. Disinilah makna pentingnya keberadaan
keluarga yang sehat dan kuat, bagi pendidikan karakter. Sudah barang tentu, keluarga
tidak harus bekerja sendiri sendiri, melainkan perlu ada kolaborasi kerjasama
diantara keluarga-keluarga lain dalam membangun karakter anak-anak mereka.
Peribahasa Afrika menyatakan, “untuk mendidik seorang anak diperlukan orang
sekampung”, “it
takes a village to raise a child.” (Hudson, tanpa tahun)
Warga bangsa, khususnya anak dan remaja
berinteraksi dengan media massa dalam intensitas yang amat tinggi. Dengan
kemajuan teknologi komunikasi dan informasi sebagaimana yang terjadi dewasa
ini, anak-anak akan lebih banyak berinteraksi dengan media massa dari pada dengan orang tua mereka, apalagi dengan
guru-guru. Interaksi anak-anak dengan media massa, khususnya TV, bersifat satu
arah. Acara yang dilihat anak di TV mempengaruhi anak-anak, sebaliknya apa yang
dipikir dan dilakukan anak-anak sama sekali tidak mempengaruhi acara-acara TV.
Semua fihak mengetahui bahwa TV merupakan lembaga bussines, yang prinsip dan
tujuanya adalah “profit”, mencari
keuntungan. Oleh karenanya, acara TV mengikuti “trend pasar” dan berusaha
menciptakan pasar. Arah pasar adalah acara yang berbau barat, porno, kekerasan,
dan mistik. Karena acara itu yang laku. Acara TV, kalau mau dapat untung besar,
harus memberikan itu semua. Hasilnya, acara TV dapat kita saksikan dewasa ini.
Dan dampak sudah jelas, menjauhkan anak dari jati diri dan identitas sebagai
warga bangsa yang medeka dan berdaulat. Salah satu yang sudah menjadi realitas
adalah bagaiaman warga bangsa lebih mencintai segala sesuatu yang berbau asing,
sebaliknya memandang rendah segala sesuatu yang berlabel nasional atau dalam
negeri.
PENUTUP.
Karakter merupakan suatu fondasi kehidupan, baik sebagai
individu (mikro) maupun sebagai bangsa (makro). Karakter memiliki fungsi memberikan arah kemana seseorang atau bangsa harus menuju,
bagaimana cara mencapai tujuan itu, apa yang harus dikaji dan dipegang
teguh-teguh dan sebaliknya apa yang
harus dihindari dan dibuang jauh-jauh dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut.
Suatu bangsa akan runtuh manakala tidak memiliki karakter yang kuat, sebaliknya
untuk menjadi bangsa yang maju, modern dan barkeadaban memerlukan karakter yang “kuat”. Secara khusus
karakter yang kuat diperlukan bagi suatau bangsa yang memasuki pasar bebas.
Perkembangan zaman bergerak dengan cepat, dan
kini kehidupan berbangsa memasuki abad 21, abad teknologi dan abad
perdagangan bebas. dimana
dunia semakin dekat, nyaris tanpa batas-batas pisik yang bisa membatasi
interaksi ekonomi antar bangsa, proses pewarisan budaya termasuk
karakter didalamnya mutlak diperlukan.
Dalam era perdagangan bebas ilmu sosial menempati peran
penting, karena pada hakekatnya ilmu sosial mempelajari interaksi antar manusia
dan antar kelompok. Kompleksitas interaksi tersebut dalam kajian ilmu-ilmu
sosial baik bersifat disipliner maupun integrated akan disederhanakan sehingga
dapat dikaji lebih mudah dan detail.
Dalam interaksi tersebut karakter
memiliki peran penting. Karaker bangsa mesti diwariskan antar generasi. Pendidikan karakter merupakan
proses pewarisan, untuk mengembangkan
pada diri setiap pesertadidik kesadaran sebagai warga bangsa yang bermartabat,
merdeka dan berdaulat dan kemauan untuk
menjaga dan mempertahankan kemerdelaan dan kedaulatan tersebut, serta
mewujudka cita-cita proklamasi, untuk
apa negara ini merdeka. Untuk itu perlu dikembangkan pada diri setiap
pesertadidik kesadaran diri, niat, kemampuan dan perilaku untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa yang cintai, dan mewujudkan cita-cita proklamasi. Oleh karena itu, mereka siapa saja yang
mempelajari ilmu sosial perlu untuk memahami karakter dan pendidikan karakter.
Malang, 18 Agustus 2014
DAFTAR KEPUSTAAKAAN
Milton, C. (2010) Education
nation. Six leading edges of innovation
in our schools. San Fransisci, CA: Yossey Bass.
Fukuyama, Francis
(1995) Confucianism and democracy in Journal of Democracy, 6 (3) April,
20-33.
Gholar, C. (2004).
Character Education: Creating a Framework for Excellence. Urban Programs Resource Network, Retrieved from http://www.urbanext.uiuc.edu
Houston, Paul, D.
(Tanpa tahun) The School's Role in
Building Character Among Students. A
Presentation. American Association of School
Administrators.
Kementerian Pendidikan Nasional,
Badan penelitian dan pengembangan, Pusat kurikulum (2011). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pedoman
sekolah: hal 10.
Kevin,
Ryan (2002), The Six E's of
Character Education, Retrieved from
//www.bu.edu/education/caec/files/6E.htm
Kra, Pauline (2002) «The concept of
national character in 18th century France», Cromohs, 7: 1-6.
Rynders,
L. (2006). If You Matter to Someone, There is Always a Glimmer of Hope. Reclaiming
Children & Youth, 14(4), 215.217. Retrieved from Academic Search Complete:19719036.
Martin,
James (2006) The Meaning of the 21st
Century, a vital blueprint for ensuring our future”. London, England: Eden
Project book.
Stephenson , Carolyn (2005). Nation Building. A
Paper presented on the Regional Confrence on the nation character building
hel at Tallahassee, FL, October, 12.
Traub, James (2005), “The
Moral Imperative, Character Education, soul by soul, at the Hyde Schools” Education next, Winter / Vol. 5, No.1: P.
Vincent,
P.F. (Ed.). (1996). Promising Practices in
Character Education: Nine Success Stories from Around the Country. Chapel Hill: Character Development Group
Diposting oleh
Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang
di
20.06
0
komentar
Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Lokasi: Malang
Universitas Negeri Malang, Jawa Timur 65145, Indonesia
Labels
- 18 agustus 2014
- 2014
- Angkatan Tahun 2014
- Berakhir sudah Dilema tentang Kurikulum 2013
- Dasar Hukum
- Dosen dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial
- FAKULTAS ILMU SOSIAL
- FIS
- FORMULIR PENDAFTARAN OLIMPIADE IPS SE-MALANG RAYA DI UNIVERSITAS NEGERI MALANG
- HIMPIPSI
- Himpunan Mahasiswa Pendidikan IPS
- Info Peserta Sertifikasi Guru
- JADWAL KEGIATAN PROGRAM KERJA HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (HMP IPS)
- Jadwal Kuliah dan regrestasi Mahasiswa Semester gasal 2014/2015
- Kegiatan Pengenalan Kehidupan Perguruan Tinggi (PKPT)
- kisi-kisi olimpiade ips
- kuliah tamu
- Lokakarya Akreditasi Program Studi
- LOMPA PEKAN KEGIATAN
- Mahasiswa Baru UM
- Mahasiswa pendidikan IPS UM malang
- Malang
- materi
- MATERI KULIAH TAMU
- MUSYAWARAH MAHASISWA
- ORMAWA
- PENDAFTARAN BEASISWA PT. BCA FINANCE TAHUN 2014
- Pendidikan IPS
- Pendidikan IPS Univesitas Negeri Malang
- Pengambilan Sertifikat PKPT Tahun 2014
- Pengambilan Sertifikat Tes Kemampuan Berbahasa Inggris (TKBI) Mahasiswa UM Angkatan Tahun 2014
- pengumuman
- Pengumuman dan Informasi Registrasi Administrasi Calon Mahasiswa Baru UM Jalur SNMPTN Tahun Akademik 2014/2015
- Pengumuman Hasil Seleksi Mandiri Jalur Prestasi Tahun 2014
- PENGUMUMAN PENDAFTARAN BEASISWA UNGGULAN SUPERSEMAR (BUS) TAHUN 2014
- PENGUMUMAN PENDAFTARAN PROGRAM MAHASISWA WIRAUSAHA TAHUN 2014
- penipuan
- peran pendidikan ilmu pengetahuan sosial dalam mengendalikan transisi budaya
- PERAN PENTING KEPEMIMPINAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
- PERANAN PENDIDIKAN IPS DALAM MENANGGAPI PERUBAHAN BUDAYA
- PERIODE 2014
- Persyaratan PLPG
- pk-ips
- PROGRAM KERJA HMP IPS
- PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
- rakernas
- Registrasi Mahasiswa Smt Genap 2014/2015
- Sejarah Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang
- Seminar Pendidikan
- Sistem perkuliahan
- struktur pengurus
- SUSUNAN PROPOSAL DAN LPJ
- Tahun 2014
- UKM
- Universitas Negeri Malang
- Urgensi Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa Pendidikan IPS dalam Rangka Menyongsong AFTA 2015
- Visi Misi Pendidikan IPS Universitas Negeri Malang
Text Widget
Pendidikan IPS UM Malang. Diberdayakan oleh Blogger.
Popular Posts
-
Dosen dan Pegawai DOSEN DAN PEGAWAI FIS JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN NO NAMA NIP 1 Prof. Dr. SUKOWIYONO, S.H, M.Hum 195405011979...
-
DRAFT SIDANG PLENO MUSYAWARAH MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL ...
-
JADWAL KEGIATAN PROGRAM KERJA HIMPUNAN MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (HMP IPS) FAKULTAS ILMU SOSIAL (FIS...
-
URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER PADA PROGRAM STUDI IPS DALAM MEMASUKI AFTA 2015 Hadirin hadirot, khususnya para mahasiswa yang terho...
-
DAFTAR MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL (PIPS) YANG MENJADI ANGGOTA ORGANISASI MAHASISWA (ORMAWA) FAKUL...
-
HIMPUNAN MAHASISWA PENDIDIKAN IPS UNIVERSITAS NEGERI MALANG MEMPERSEMBAHKAN SEMINAR PENDIDIKAN 25 April 2014 1. ...
-
Info Peserta Sertifikasi Guru 2014 dan Persyaratan PLPG Info Peserta Sertifikasi Guru 2014 dan Persyaratan PLPG - Sebagaimana kita k...
-
Sistem Perkuliahan Kegiatan studi mahasiswa dapat dilakukan dalam bentuk kuliah teori praktikum atau kerja lapangan atau gabungan di an...
-
Urgensi Pendidikan Karakter bagi Mahasiswa Pendidikan IPS dalam Rangka Menyongsong AFTA 2015 Tempat ...
-
PERAN PENTING KEPEMIMPINAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN Oleh: Dr. GM. Sukamto Dn. MPd.MSi (Kepala Laboratorium Prodi Pendidikan IPS) ...